Senin
Malam itu dengan berat langkah menuntun ku mengikuti jadwal rutin les
Bahasa Inggris every three time a week in LIA Jogja. Kali ini aku harus
hadir karena sudah satu minggu absent, dan hari ini adalah dua minggu
terakhir ku masuk kelas menjelang test kenaikan level.
Kalau bukan desakan mama, tidak mungkin aku mau mengikuti rutinitas yang menurut ku sangat membosankan. Belum ditambah dengan rutinitas kampus yang cukup padat, hfff….mending kongko-kongko dengan teman-teman, pastinya lebih asik.
Saat itu aku ada di level Intermadiate 4, dengan teman sekelas yang sudah banyak ku kenal, karena sudah dari level pertama kami satu kelas. Namun ada beberapa wajah-wajah baru yang asing bagi ku.
Karena sudah comfort dengan banyak teman lama, aku sama sekali tidak mengenal dan berniat kenalan dengan anak-anak baru. Yah…beginilah aku, bukannya sombong tapi sudah jadi watak ku dari dulu.
Dengan kecepatan tinggi ku kendarai motor kesayangan ku “Ariel” Kwakakakak…karena suaranya merdu seperti Ariel Peterpan, “Ugh..aku sudah telat 30 menit” gerutu ku. Dan ternyata benar, pelajaran sudah mulai saat aku tiba.
Dengan gaya ku yang cuek, seperti biasa aku mengenakan T-shirt,Jeans balel dan sepatu kats.
Semua mata tertuju kepada ku, termasuk tentor ku Mr. Geovano, ”I’m sory for coming late sir” aku meminta maaf. Mr. Geovano hanya tersenyum memandang ku dan mempersilahkan ku duduk “Never mind, please come in”. lalu aku masuk dan mencari tempat duduk.
OMG aku harus duduk di tengah kelas sendirian karena bangku yang tersusun dalam bentuk U sudah penuh. Sambil celingak-celinguk, masih ku cari bangku lain yang kosong, ough ternyata masih ada satu bangku kosong diantara cowok-cowok, tapi tak apa lah dari pada duduk di tengah-tengah jadi center of attention. Akhirnya aku pindah ke bangku yang kosong itu.
Saking tidak moodnya aku hari itu, teman yang ada di samping kiri kanan pun aku tidak tahu.
Tentor menginstruct kami untuk membuat conversation between docter and patient, work in fair dengan teman yang ada di sebelah.
Gosh,..terkejutnya aku saat ku tahu siapa partner ku.
ERrrrhhh…what the hell happened to me, cowok yang selama ini menjadi rival ku di kelas. ntah siapa namanya. I hate him , I don’t like him anymore.
Tahu kah.? Dia amat sangat mengesalkan, dia anak baru tapi sok hebat menurut ku. Dia yang membuat Mr Geovano yang selama ini selalu menunjukku untuk menjawab setiap pertanyaannya, kini sudah mulai berpaling with this damn boy beside me. “Kenapa sih Mr.Geovano sangat interest dengannya? Padahal kan jawabannya standard, kadang juga sering salah-salah, agh….kalau hanya itu aku juga bisa tapi aku lagi tidak mood makanya jadi jarang menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan” bisikku dalam hati.
Menurut ku laki-laki yang ada di sebelah ku ini Inggrisnya pas-pasan, Dia hanya punya modal berani tampil makanya Mr Geovano lebih interest dengannya, jujur aku merasa tersaingi. Dan aku tidak suka itu.
Kekesalanku ku, membuatku under estimate dengannya. Jadi walaupun work in fair, tetap ku kerjakan tugasnya sendirian tanpa berkerjasama dengannya. Dia hanya menatap pada kertas yang ku buat. Raut muka ku yang jutek membuat dia tidak berani berkomentar banyak.
Sesekali dia berkata “ Itu gramernya salah, tidak menggunakan bentuk lampau tapi present”. Aku hanya diam tapi saat kuperhatikan, benar juga apa yang dikatakannya. “ Oh iyha” Jawab ku, lalu ku ubah dengan apa yang di katakannya.
Terus beberapa kali ia memberikan masukan, Gee banyak sekali gramer ku yang salah dan dikomentarinya, dia tidak menyalahkan hanya memberi masukan.
Aku mulai merasa malu, mulai ada sedikit rasa pengakuan kalau dia memang pintar.
Tidak sampai 15 menit, kami selesai mengerjakan tugas. Sekeliling masih ku lihat teman-teman masih berdiskusi. Kami hanya terdiam tanpa ada yang dibicarakan.
”Viera, kamu kuliah dimana” dia membuka pembicaraan. OMG dia tahu nama ku, sedangkan aku sendiri tidak tahu siapa namanya. Sambil ling-lung ku jawab pertanyaannya ”Oh...Aku kuliah di UII”.
Dengan rasa curious nya, ia bertanya kembali ”Jurusan apa.?”.
”Ekonomi Manajemen” Jawab ku singkat dan masih belum bersahabat.
”Wah musuhan dong” ketusnya.
”Lho kok bisa, emang kamu kuliah dimana.?” jawab ku dengan heran,
”Sama” Katanya, ”Aku juga kuliah di UII, tapi aku anak Hukum” lalu aku pun tertawa, pantas saja dia bilang musuhan karena memang anak Ekonomi dan Hukum selalu ada masalah intern.
”Tapi kita nggak ikut musuhan kan Vie.??” lanjutnya.
Akupun hanya diam sambil tersenyum sinis padanya.
”Kamu ambil program apa Vie.? Reguler apa Internasional.?”. Dia masih melanjutkan pertanyaannya seolah dia ingin tahu banyak tentang aku
“Ya regular lah, emang kamu internasional.?” Tanya ku ketus sambil sedikit meremehkan. Karenaku yakin dia pasti bukan anak kelas internasional,
secara lah program itu mengharuskan berpengantar bahasa Inggris dalam setiap pelajarannya dan mensyaratkan toefl minimal 500. Anak IP sudah benar-benar excellent in English.
Jadi tidak mungkinlah, ngapain juga ikut les Inggris kalau dia anak IP.
“Iyha, aku anak internasional program” katanya mengagetkan ku.
Haaaaa…aku tersentak tidak percaya, agh dia pasti bohong.
lalu ku lontarkan pertanyaan yang agak menyindir “ Kalau kamu anak internasional, kok masih mau ngikut kursus? “.
“hanya ingin mengisi waktu luang Vie” jawabnya singkat.
Iyha kah hanya mengisi waktu luang.? Fikirku masih tidak percaya “ Mana mungkin”. “Berarti Toefl mu 500 an dong.?” Tetap ku introgasi.
“Lebih” Jawabnya.
Ha….. benarkah?
Aku bertanya untuk meyakinkan ku “ Kamu start di LIA dari level mana?”
Dia menjawab “Dari Intermediate 3, kita sekelas kemarin”.
Ou Ou..Start dari Level intermediate 3?, berarti untuk mencapai IM 4 ia hanya butuh waktu 3 bulan, dan aku…aku start dari level basic, dan butuh waktu hampir 2 tahun untuk mencapai level IM 4. Hebat banget dia, apa ia jujur?.
Tapi bisa jadi, tadi saja dia banyak mengkeritik gramer ku yang banyak salah. Pantas saja dia selalu lebih aktif di kelas menjawab pertanyaan-pertanyaan tentor, dan pantas pula dia lebih diperhatikan Mr Geovano akhir-akhir ini.
Yah aku sudah mulai sedikit mengakuinya, dan aku mulai menyadari kalau selama ini aku memang angkuh karena tidak mau disaingi.
Pembicaraan singkat kami terputus karena kami harus membacakan hasil tugas kami. Dan ouh hasilnya, conversation kami lebih baik dari teman-teman lainnya.
Setelah kelas berakhir, kami bergegas pulang satu persatu antri keluar ruangan. Lalu tiba-tiba dia menyodorkan tangannya pada ku sambil berkata” Senang kerjasama dengan mu Vie.”.
Aku pun membalas jabat tangannya sambil tersenyum “Sama-sama, Ohya, nama mu siapa.? Maaf aku lupa” Aku bertanya balik sambil pura-pura lupa, padahal selama ini aku memang tidak pernah tau siapa namanya.
”Nama ku Aditya, Aditya Kuntadi”.
”Oh iya...Dit Aditya...senang bisa ngobrol-ngobrol dengan mu” timpal ku sedikit bersahabat.
”Yup, see you tomorow Viera”.
Setelah itu kami pun bepisah. Di lapangan parkir aku menatap dia melajukan motornya sambil melambaikan tangan pada ku. Terus kupandangi sampai bayangannya menghilang, aku tersenyum, ada yang berubah dengan perasaan ku padanya. Yah harus kuakui ada sesuatu dari Aditya yang membuat ku tertarik.
Sejak malam itu, ntah mengapa fikiran ku di penuhi dengan Aditya.
”DA 35XX YD” gumam ku mengingat plat motor nya. Berarti dia anak Banjarmasin, Hmmm pantes cakep, hehehe...aku mulai sedikit mengakui.
Jujur ntah mengapa setiap cowok yang ku nilai cakep, pasti dia anak Kalimantan, ntah apa aku terobsesi dengan cowok kalimantan atau memang tipikal cowok idaman ku adalah cowok Kalimantan. He...aku tersenyum lebar menertawakan kegilaan ku. ”Mengapa baru kusadari sekarang” fikirku.
Awalnya aku tidak pernah semangat mengikuti jadwal les tapi semenjak ngobrol dengan Aditya, semangat ku sangat menggebu-gebu. Sampai ku rasa ada yang berubah dengan ku.
Aku kebingungan ingin mengenakan baju apa. Semua pakaian di lemariku pun berantakan ku obrak abrik, sungguh, aku ingin keliahatan menarik malam ini. Lebih kelihahan girly, akhirnya, ku kenakan kaos v neck ketat dengan lejing ¾ dan sendal high heel. Seperti mau ke pesta gumam ku sabil berkaca. Untuk sementara harus kuucapkan good bye untuk jeans balel, kaos gombrong dan sepatu converse yang selalu menemaniku.
Selalu seperti itu saat ada jadwal les. Aku selalu kebingungan dengan penampilan ku. Aku ingin Aditya tertarik pada ku.
Aku selalu memikirkan strategi untuk bisa ngobrol dengannya. Akhirnya setelah ku pelajari, aku harus datang lebih telat dari jadwal masuk. Yah...agar aku bisa memarkirkan motorku di dekat motornya dan kami bisa ngobrol di parkiran.
Di kelas pun aku memilih duduk bersebrangan dengannya, agar aku bisa puas menatap wajah charmingnya. Tanpa sadar aku sering memperhatikannya.
Salah satu bentuk kegilaan ku, aku sering pura-pura sms di kelas, padahal dengan diam-diam aku mengambil fotonya dari Hp ku. Hahahaha... aku tertawa sendiri dalam hati, puas dengan hasil jepretan kamera Hp ku. Aku tidak pernah peduli, apakah dia sudah punya pacar atau belum, “you should be mine” I thought.
Seperti biasa, dia selalu menjawab pertanyaan yang dilontarkan Mr. Geovano. Namun untuk kali ini beda, aku tidak merasa disaingi, malah aku kagum dengan semua jawabannya. Aku mulai menyadari kalau dia memang pintar. Sesekali Aku juga mencoba menjawab pertanyaan Mr. Geovano, semangat ku mulai bangkit lagi kali ini, bukan karena Inggris ku lebih baik, tapi karena ingin mendapat pengakuan dari Aditya kalau aku juga bisa.
Aku sering diam-diam menatapnya, ” Gosh..dia tampan juga, mengapa baru kusadari sekarang.?” lamun ku. dan saat tatapan ku tertangkap olehnya, aku tertunduk malu. Selalu berulang seperti itu, dan entah mengapa jantungku berdetak dua kali lebih cepat saat ia tersenyum pada ku. What goin on with me.? I think im in spark with him. Huh, it’s kind of my craziness.
Strategi ku selalu berhasil, setiap harinya aku selalu berkesempatan ngobrol dengan dia di parkiran. Kami tidak pernah kehabisan bahan obrolan. Kadang sampai semua kendaraan di parkiran habis, kami masih asik bercerita, kami mengobrolkan segala hal.
Sempat beberapa kali ia mengajak ku makan malam bersama setelah kelas berakhir.
Sering ku perhatikan Ia tertawa lepas saat mendengar lelucon ku, seolah dia benar-benar enjoy dengan ku. Aditya sangat berbeda dengan apa yang aku pikirkan tentangya sebelumnya, Dia baik dan menyenangkan.
Semakin harinya ku rasa semakin ada yang aneh dengan perasaan ku. I realize that i fall in love with him. Tapi, semakin ku resah, Karena tinggal beberapa hari lagi kami harus meninggalkan level intermediate 4. Aku takut dia akan post phone untuk level selanjutnya, atau bisa jadi kami tidak sejadwal lagi.
Sumpah aku sangat resah. Aku memutar otak agar kami bisa disatukan lagi di kelas yang sama.
Yah..aku harus menemui Ms. Heni, staf pengajaran. Dia yang mengatur kelas siswa. Aku sudah kenal Ms Heni, kami sudah sering ngobrol.
Saat ku temui Ms. Heni, kuutarakan maksudku, dia tertawa dan berkata “Memang kenapa kamu ingin satu kelas lagi dengannya? Apa kamu menyukainya?”.
Aku tersenyum dan berkilah ” Ah Ms. Heni kayak nggak pernah muda aja,...Ms, please banget yah, buat kami satu kelas lagi, yah..yah..” bujukkku.
Ms Heni balas tersenyum ”Baiklah, akan ku usahakan”.
Finaly, pengumuman kenaikan level pun keluar, aku lulus ke level Advant 1, begitupun Aditya. Dia siswa terbaik dengan score nilai tertinggi. Aku turut bahagia untuknya. Beberapa minggu dari hasil pengumuman itu, jadwal keluar. Ku lihat ada nama Aditya Kuntadi sekelas dengan ku. OMG…betapa bahagianya aku, akhirnya doa ku terkabul. “Thanks God, Thanks Ms Heni” bisikku dalam hati.
Aku berharap dikelas selanjutnya kami bisa lebih akrab dan ada kejelasan dari perasaan ku ini.
Hari pertama minggu ini, dia tidak hadir, aku heran tapi tidak apa-apa, mungkin dia ada kuliah malam.
Hari kedua dia tidak juga hadir, tetap ku dengan keyakinan kalau dia lagi sibuk dengan tugas kampus.
Dan hari ketiga minggu ini pun dia tidak datang, sampai tentor kami bun bertanya tentang Aditya. ” Kalian ada yang tahu dengan Aditya Kuntadi.? Mengapa selama minggu ini dia tidak pernah masuk kelas, apa dia tidak melanjutkan.?”.
Air muka ku cemas dan gelisah saat tentor menanyakan tentang Aditya.
Semua siswa di kelas ku pun tidak ada yang mengetahui tentang Aditya.
God...aku pun ikut gelisah, seribu pertanyaan di fikiran ku, ”ada apa dengan nya.? Mengapa dia tidak masuk.?”.
Saat kelas berkhir, ku tanyakan nomor Hp Aditya dengan teman-teman. Namun nihil, ugh..tidak ada satupun dari mereka yang tahu. ”Shit..!!!!” ku sesali mengapa tidak dari kemarin-kemarin ku minta nomor Hp nya.
Oh tuhan bagai mana ini, aku sangat merindukannya....apa yang harus ku lakukan, aku benar-benar gelisah, sampai setiap kali di parkiran ku cari-cari motornya. Ugh...tidak ada motor Ninja biru dengan plat DA 35XX YD. Aku kecewa
Dua minggu telah berlalu, Aditya belum juga masuk kelas. Honestly, i still think about him, but I try to be calm.
Senin siang, aku dan teman ku datang ke LIA, saat itu bukan jadwal kelas ku, aku hanya menemani temanku registrasi.
Saat lagi menunggu di lobby, aku melihat sosok laki-laki mengenakan hem kotak-kotak biru berdiri di sebelah teman ku. Aku berfikir keras, sepertinya aku sangat familiar dengan baju itu. And suddenly I know, itu baju yang sering dikenakan Aditya. Oh god apakah laki-laki itu Aditya.? Beranjak ku dari tempat duduk mendekati laki-laki itu, dengan tiba-tiba laki-laki itu berbalik badan dan menatap ku. Betapa kagetnya aku, laki-laki itu adalah orang yang selama ini aku rindukan. ”Aditya...” sapa ku kaget. ”Eh Viera..ngapain disini Vie.?” dia tersenyum heran pada ku. ”Oh, aku menemani teman ku registrasi, itu orangnya” kata ku sambil menunjuk ke arah temanku. ” Lha Kamu ngapain di sini, kamu kan sekelas dengan ku, kok tidak pernah masuk kelas beberapa minggu ini.? Kamu masih lanjut kan Dit.?” aku mengintrogasinya. ”Aku Post Phone dulu Vie, mau KKN, takut nanti tidak bisa bagi waktu” Jawabnya mengagetkan ku. Oh God...Aku sama sekali tidak bisa terima dengan jawabannya. Sungguh aku sangat kecewa. But i can’t do anything, aku berusaha memasang senyum manis, walau berat “ Oh gitu…” seolah tidak begitu peduli.
“Oiya Vie, urusan ku dah selesai, aku cabut dulu yah…senang bisa mengenal mu” kata Aditya. Kali ini aku tidak mampu mengalihkan tatapanku dari matanya.
Setelah diam sesaat, Aditya mengulurkan tangan kanannya yang tidak terbabat. Aku menatap tangan yang terjulur itu, aku kembali menatap mata Aditya. Dengan agak gemetar aku menyambut uluran tangannya.
Kehangatan genggaman tangan Aditya mengalir ke tubuh ku, mengisi hati dan jiwa ku, juga membuat hati ku di remas-remas. Apakah ini terakhir kalinya aku bisa merasakan Aditya menggenggam tangan ku?.
Lalu tiba-tiba Aditya menarik tangan ku dengan pelan namun yakin, menarik ku mendekatinya, menarikku ke dalam pelukannya.
Aku terpana, tercengang, tapi sama sekali tidak menghindar atau menolak. Aku membiarkan Aditya melingkarkan sebelah tangannya di sekeliling tubuh ku. Aku membiarkannya memelukku erat. Aku membiarkan diriku tenggelam dalam kehangatan Aditya. Saat itu aku berharap waktu bisa berhenti. Oh God, ada apa dengannya? Mengapa dia memelukku? Apa ia menyimpan perasaan yang sama dengan ku?.
”Aku tidak pernah menyesal mengenal mu Dit”. Gumam ku. Ku lihat Aditya menelan ludah dan air matanya nyaris jatuh. ”Yah, aku pun juga”, katanya. Ia mengucapkan setiap kata dengan pelan, jelas dan tegas.”Terima kasih”.
Dia melepaskan pelukannya dan menjauh menuju pintu keluar, aku tercengang dengan tatapan yang tidak bisa lepas dari nya. Saat di pintu keluar, dia sempat menoleh ke belakang menatap kearah ku, dan tatapan kami pun bertemu. Kami saling melontar senyum, dia pun berlalu.
Sumpah aku belum siap, Aditya jangan pergi pinta ku dalam hati. Jangan pergi.......
Kaki ku mendadak lemas, aku memutar tubuh dan harus bersandar di tembok supaya tidak jatuh. Aku merasa pusing, seakan seluruh darah di tubuh ku terserap keluar. Tangan ku dingin dan setelah itu aku tidak bisa merasakan apa pun, bahuku tegang. Dada ku berat sekali. Paru-paru ku tidak mau berfungsi. Aku tidak bisa bernafas. Kepala ku serasa berkabur, tidak bisa memikirkan apa pun. Pandangan ku buram tidak bisa melihat apa pun. Telingaku berdenging tidak bisa mendengar apapun. Aku menarik nafas panjang lalu mengangkat tangan kanan ku dan di tempelkan di dada. Sakit...
Ntah kapan bisa berjumpa dengannya lagi. Besok.? Lusa.? Atau takkan pernah sama sekali.
Malam harinya, Aku tidak bisa tidur. Aku hanya duduk diam di pinggir jendela kost ku sambil memandangi pohon-pohon. Jam sudah menunjukkan pukul 02.24 dini hari dan aku tidak mengantuk sedikitpun. Demi tuhan aku bingung ada apa dengan diri ku.
Ketika malam itu harus berakhir, aku merasa tidak rela. Perlahan-lahan kenyataan mulai menghampiri dan aku belum siap menerimanya.
Aku bertanya-tanya dalam hati, ”Tuhan mengapa singkat sekali, bolehkah aku hidup dalam mimpi?. Apa yang akan terjadi kalau aku tidak mau menerima kenyataan? Apa yang akan terjadi?”.
Aku terjatuh duduk di lantai, kedua tangan ku menutupi wajah, bahuku berguncang keras dan tubuh ku masih gemetar, kemudian aku membisikan pengakuan ku ”Tuhan ....Aku mencintainya”
Oh panah cupid sedang tidak mengarah pada ku. Aku harus mengakhiri rasa ini, Aku tak berani bermimpi lagi untuk berharap, karena berharap ia kembali sama artinya berharap salju turun di Jogja, imposible bukan.?
Yah lupakan...walau berat dan butuh waktu untuk itu. Aku janji Aku akan baik-baik saja.
Satu hal yang sangat ku sesalkan, aku belum sempat mengutarakan perasaan ku padanya, sehingga dia tidak akan pernah tahu bahwa cinta ku pernah ada untuknya.
Baiklah Aditya aku harus berterima kasih pada mu atas perasaan ini. Walaupun tidak berakhir indah tapi ini mengajarkan ku pada satu hal bahwa cinta itu tidak dapat dipaksakan.
Kalau bukan desakan mama, tidak mungkin aku mau mengikuti rutinitas yang menurut ku sangat membosankan. Belum ditambah dengan rutinitas kampus yang cukup padat, hfff….mending kongko-kongko dengan teman-teman, pastinya lebih asik.
Saat itu aku ada di level Intermadiate 4, dengan teman sekelas yang sudah banyak ku kenal, karena sudah dari level pertama kami satu kelas. Namun ada beberapa wajah-wajah baru yang asing bagi ku.
Karena sudah comfort dengan banyak teman lama, aku sama sekali tidak mengenal dan berniat kenalan dengan anak-anak baru. Yah…beginilah aku, bukannya sombong tapi sudah jadi watak ku dari dulu.
Dengan kecepatan tinggi ku kendarai motor kesayangan ku “Ariel” Kwakakakak…karena suaranya merdu seperti Ariel Peterpan, “Ugh..aku sudah telat 30 menit” gerutu ku. Dan ternyata benar, pelajaran sudah mulai saat aku tiba.
Dengan gaya ku yang cuek, seperti biasa aku mengenakan T-shirt,Jeans balel dan sepatu kats.
Semua mata tertuju kepada ku, termasuk tentor ku Mr. Geovano, ”I’m sory for coming late sir” aku meminta maaf. Mr. Geovano hanya tersenyum memandang ku dan mempersilahkan ku duduk “Never mind, please come in”. lalu aku masuk dan mencari tempat duduk.
OMG aku harus duduk di tengah kelas sendirian karena bangku yang tersusun dalam bentuk U sudah penuh. Sambil celingak-celinguk, masih ku cari bangku lain yang kosong, ough ternyata masih ada satu bangku kosong diantara cowok-cowok, tapi tak apa lah dari pada duduk di tengah-tengah jadi center of attention. Akhirnya aku pindah ke bangku yang kosong itu.
Saking tidak moodnya aku hari itu, teman yang ada di samping kiri kanan pun aku tidak tahu.
Tentor menginstruct kami untuk membuat conversation between docter and patient, work in fair dengan teman yang ada di sebelah.
Gosh,..terkejutnya aku saat ku tahu siapa partner ku.
ERrrrhhh…what the hell happened to me, cowok yang selama ini menjadi rival ku di kelas. ntah siapa namanya. I hate him , I don’t like him anymore.
Tahu kah.? Dia amat sangat mengesalkan, dia anak baru tapi sok hebat menurut ku. Dia yang membuat Mr Geovano yang selama ini selalu menunjukku untuk menjawab setiap pertanyaannya, kini sudah mulai berpaling with this damn boy beside me. “Kenapa sih Mr.Geovano sangat interest dengannya? Padahal kan jawabannya standard, kadang juga sering salah-salah, agh….kalau hanya itu aku juga bisa tapi aku lagi tidak mood makanya jadi jarang menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan” bisikku dalam hati.
Menurut ku laki-laki yang ada di sebelah ku ini Inggrisnya pas-pasan, Dia hanya punya modal berani tampil makanya Mr Geovano lebih interest dengannya, jujur aku merasa tersaingi. Dan aku tidak suka itu.
Kekesalanku ku, membuatku under estimate dengannya. Jadi walaupun work in fair, tetap ku kerjakan tugasnya sendirian tanpa berkerjasama dengannya. Dia hanya menatap pada kertas yang ku buat. Raut muka ku yang jutek membuat dia tidak berani berkomentar banyak.
Sesekali dia berkata “ Itu gramernya salah, tidak menggunakan bentuk lampau tapi present”. Aku hanya diam tapi saat kuperhatikan, benar juga apa yang dikatakannya. “ Oh iyha” Jawab ku, lalu ku ubah dengan apa yang di katakannya.
Terus beberapa kali ia memberikan masukan, Gee banyak sekali gramer ku yang salah dan dikomentarinya, dia tidak menyalahkan hanya memberi masukan.
Aku mulai merasa malu, mulai ada sedikit rasa pengakuan kalau dia memang pintar.
Tidak sampai 15 menit, kami selesai mengerjakan tugas. Sekeliling masih ku lihat teman-teman masih berdiskusi. Kami hanya terdiam tanpa ada yang dibicarakan.
”Viera, kamu kuliah dimana” dia membuka pembicaraan. OMG dia tahu nama ku, sedangkan aku sendiri tidak tahu siapa namanya. Sambil ling-lung ku jawab pertanyaannya ”Oh...Aku kuliah di UII”.
Dengan rasa curious nya, ia bertanya kembali ”Jurusan apa.?”.
”Ekonomi Manajemen” Jawab ku singkat dan masih belum bersahabat.
”Wah musuhan dong” ketusnya.
”Lho kok bisa, emang kamu kuliah dimana.?” jawab ku dengan heran,
”Sama” Katanya, ”Aku juga kuliah di UII, tapi aku anak Hukum” lalu aku pun tertawa, pantas saja dia bilang musuhan karena memang anak Ekonomi dan Hukum selalu ada masalah intern.
”Tapi kita nggak ikut musuhan kan Vie.??” lanjutnya.
Akupun hanya diam sambil tersenyum sinis padanya.
”Kamu ambil program apa Vie.? Reguler apa Internasional.?”. Dia masih melanjutkan pertanyaannya seolah dia ingin tahu banyak tentang aku
“Ya regular lah, emang kamu internasional.?” Tanya ku ketus sambil sedikit meremehkan. Karenaku yakin dia pasti bukan anak kelas internasional,
secara lah program itu mengharuskan berpengantar bahasa Inggris dalam setiap pelajarannya dan mensyaratkan toefl minimal 500. Anak IP sudah benar-benar excellent in English.
Jadi tidak mungkinlah, ngapain juga ikut les Inggris kalau dia anak IP.
“Iyha, aku anak internasional program” katanya mengagetkan ku.
Haaaaa…aku tersentak tidak percaya, agh dia pasti bohong.
lalu ku lontarkan pertanyaan yang agak menyindir “ Kalau kamu anak internasional, kok masih mau ngikut kursus? “.
“hanya ingin mengisi waktu luang Vie” jawabnya singkat.
Iyha kah hanya mengisi waktu luang.? Fikirku masih tidak percaya “ Mana mungkin”. “Berarti Toefl mu 500 an dong.?” Tetap ku introgasi.
“Lebih” Jawabnya.
Ha….. benarkah?
Aku bertanya untuk meyakinkan ku “ Kamu start di LIA dari level mana?”
Dia menjawab “Dari Intermediate 3, kita sekelas kemarin”.
Ou Ou..Start dari Level intermediate 3?, berarti untuk mencapai IM 4 ia hanya butuh waktu 3 bulan, dan aku…aku start dari level basic, dan butuh waktu hampir 2 tahun untuk mencapai level IM 4. Hebat banget dia, apa ia jujur?.
Tapi bisa jadi, tadi saja dia banyak mengkeritik gramer ku yang banyak salah. Pantas saja dia selalu lebih aktif di kelas menjawab pertanyaan-pertanyaan tentor, dan pantas pula dia lebih diperhatikan Mr Geovano akhir-akhir ini.
Yah aku sudah mulai sedikit mengakuinya, dan aku mulai menyadari kalau selama ini aku memang angkuh karena tidak mau disaingi.
Pembicaraan singkat kami terputus karena kami harus membacakan hasil tugas kami. Dan ouh hasilnya, conversation kami lebih baik dari teman-teman lainnya.
Setelah kelas berakhir, kami bergegas pulang satu persatu antri keluar ruangan. Lalu tiba-tiba dia menyodorkan tangannya pada ku sambil berkata” Senang kerjasama dengan mu Vie.”.
Aku pun membalas jabat tangannya sambil tersenyum “Sama-sama, Ohya, nama mu siapa.? Maaf aku lupa” Aku bertanya balik sambil pura-pura lupa, padahal selama ini aku memang tidak pernah tau siapa namanya.
”Nama ku Aditya, Aditya Kuntadi”.
”Oh iya...Dit Aditya...senang bisa ngobrol-ngobrol dengan mu” timpal ku sedikit bersahabat.
”Yup, see you tomorow Viera”.
Setelah itu kami pun bepisah. Di lapangan parkir aku menatap dia melajukan motornya sambil melambaikan tangan pada ku. Terus kupandangi sampai bayangannya menghilang, aku tersenyum, ada yang berubah dengan perasaan ku padanya. Yah harus kuakui ada sesuatu dari Aditya yang membuat ku tertarik.
Sejak malam itu, ntah mengapa fikiran ku di penuhi dengan Aditya.
”DA 35XX YD” gumam ku mengingat plat motor nya. Berarti dia anak Banjarmasin, Hmmm pantes cakep, hehehe...aku mulai sedikit mengakui.
Jujur ntah mengapa setiap cowok yang ku nilai cakep, pasti dia anak Kalimantan, ntah apa aku terobsesi dengan cowok kalimantan atau memang tipikal cowok idaman ku adalah cowok Kalimantan. He...aku tersenyum lebar menertawakan kegilaan ku. ”Mengapa baru kusadari sekarang” fikirku.
Awalnya aku tidak pernah semangat mengikuti jadwal les tapi semenjak ngobrol dengan Aditya, semangat ku sangat menggebu-gebu. Sampai ku rasa ada yang berubah dengan ku.
Aku kebingungan ingin mengenakan baju apa. Semua pakaian di lemariku pun berantakan ku obrak abrik, sungguh, aku ingin keliahatan menarik malam ini. Lebih kelihahan girly, akhirnya, ku kenakan kaos v neck ketat dengan lejing ¾ dan sendal high heel. Seperti mau ke pesta gumam ku sabil berkaca. Untuk sementara harus kuucapkan good bye untuk jeans balel, kaos gombrong dan sepatu converse yang selalu menemaniku.
Selalu seperti itu saat ada jadwal les. Aku selalu kebingungan dengan penampilan ku. Aku ingin Aditya tertarik pada ku.
Aku selalu memikirkan strategi untuk bisa ngobrol dengannya. Akhirnya setelah ku pelajari, aku harus datang lebih telat dari jadwal masuk. Yah...agar aku bisa memarkirkan motorku di dekat motornya dan kami bisa ngobrol di parkiran.
Di kelas pun aku memilih duduk bersebrangan dengannya, agar aku bisa puas menatap wajah charmingnya. Tanpa sadar aku sering memperhatikannya.
Salah satu bentuk kegilaan ku, aku sering pura-pura sms di kelas, padahal dengan diam-diam aku mengambil fotonya dari Hp ku. Hahahaha... aku tertawa sendiri dalam hati, puas dengan hasil jepretan kamera Hp ku. Aku tidak pernah peduli, apakah dia sudah punya pacar atau belum, “you should be mine” I thought.
Seperti biasa, dia selalu menjawab pertanyaan yang dilontarkan Mr. Geovano. Namun untuk kali ini beda, aku tidak merasa disaingi, malah aku kagum dengan semua jawabannya. Aku mulai menyadari kalau dia memang pintar. Sesekali Aku juga mencoba menjawab pertanyaan Mr. Geovano, semangat ku mulai bangkit lagi kali ini, bukan karena Inggris ku lebih baik, tapi karena ingin mendapat pengakuan dari Aditya kalau aku juga bisa.
Aku sering diam-diam menatapnya, ” Gosh..dia tampan juga, mengapa baru kusadari sekarang.?” lamun ku. dan saat tatapan ku tertangkap olehnya, aku tertunduk malu. Selalu berulang seperti itu, dan entah mengapa jantungku berdetak dua kali lebih cepat saat ia tersenyum pada ku. What goin on with me.? I think im in spark with him. Huh, it’s kind of my craziness.
Strategi ku selalu berhasil, setiap harinya aku selalu berkesempatan ngobrol dengan dia di parkiran. Kami tidak pernah kehabisan bahan obrolan. Kadang sampai semua kendaraan di parkiran habis, kami masih asik bercerita, kami mengobrolkan segala hal.
Sempat beberapa kali ia mengajak ku makan malam bersama setelah kelas berakhir.
Sering ku perhatikan Ia tertawa lepas saat mendengar lelucon ku, seolah dia benar-benar enjoy dengan ku. Aditya sangat berbeda dengan apa yang aku pikirkan tentangya sebelumnya, Dia baik dan menyenangkan.
Semakin harinya ku rasa semakin ada yang aneh dengan perasaan ku. I realize that i fall in love with him. Tapi, semakin ku resah, Karena tinggal beberapa hari lagi kami harus meninggalkan level intermediate 4. Aku takut dia akan post phone untuk level selanjutnya, atau bisa jadi kami tidak sejadwal lagi.
Sumpah aku sangat resah. Aku memutar otak agar kami bisa disatukan lagi di kelas yang sama.
Yah..aku harus menemui Ms. Heni, staf pengajaran. Dia yang mengatur kelas siswa. Aku sudah kenal Ms Heni, kami sudah sering ngobrol.
Saat ku temui Ms. Heni, kuutarakan maksudku, dia tertawa dan berkata “Memang kenapa kamu ingin satu kelas lagi dengannya? Apa kamu menyukainya?”.
Aku tersenyum dan berkilah ” Ah Ms. Heni kayak nggak pernah muda aja,...Ms, please banget yah, buat kami satu kelas lagi, yah..yah..” bujukkku.
Ms Heni balas tersenyum ”Baiklah, akan ku usahakan”.
Finaly, pengumuman kenaikan level pun keluar, aku lulus ke level Advant 1, begitupun Aditya. Dia siswa terbaik dengan score nilai tertinggi. Aku turut bahagia untuknya. Beberapa minggu dari hasil pengumuman itu, jadwal keluar. Ku lihat ada nama Aditya Kuntadi sekelas dengan ku. OMG…betapa bahagianya aku, akhirnya doa ku terkabul. “Thanks God, Thanks Ms Heni” bisikku dalam hati.
Aku berharap dikelas selanjutnya kami bisa lebih akrab dan ada kejelasan dari perasaan ku ini.
Hari pertama minggu ini, dia tidak hadir, aku heran tapi tidak apa-apa, mungkin dia ada kuliah malam.
Hari kedua dia tidak juga hadir, tetap ku dengan keyakinan kalau dia lagi sibuk dengan tugas kampus.
Dan hari ketiga minggu ini pun dia tidak datang, sampai tentor kami bun bertanya tentang Aditya. ” Kalian ada yang tahu dengan Aditya Kuntadi.? Mengapa selama minggu ini dia tidak pernah masuk kelas, apa dia tidak melanjutkan.?”.
Air muka ku cemas dan gelisah saat tentor menanyakan tentang Aditya.
Semua siswa di kelas ku pun tidak ada yang mengetahui tentang Aditya.
God...aku pun ikut gelisah, seribu pertanyaan di fikiran ku, ”ada apa dengan nya.? Mengapa dia tidak masuk.?”.
Saat kelas berkhir, ku tanyakan nomor Hp Aditya dengan teman-teman. Namun nihil, ugh..tidak ada satupun dari mereka yang tahu. ”Shit..!!!!” ku sesali mengapa tidak dari kemarin-kemarin ku minta nomor Hp nya.
Oh tuhan bagai mana ini, aku sangat merindukannya....apa yang harus ku lakukan, aku benar-benar gelisah, sampai setiap kali di parkiran ku cari-cari motornya. Ugh...tidak ada motor Ninja biru dengan plat DA 35XX YD. Aku kecewa
Dua minggu telah berlalu, Aditya belum juga masuk kelas. Honestly, i still think about him, but I try to be calm.
Senin siang, aku dan teman ku datang ke LIA, saat itu bukan jadwal kelas ku, aku hanya menemani temanku registrasi.
Saat lagi menunggu di lobby, aku melihat sosok laki-laki mengenakan hem kotak-kotak biru berdiri di sebelah teman ku. Aku berfikir keras, sepertinya aku sangat familiar dengan baju itu. And suddenly I know, itu baju yang sering dikenakan Aditya. Oh god apakah laki-laki itu Aditya.? Beranjak ku dari tempat duduk mendekati laki-laki itu, dengan tiba-tiba laki-laki itu berbalik badan dan menatap ku. Betapa kagetnya aku, laki-laki itu adalah orang yang selama ini aku rindukan. ”Aditya...” sapa ku kaget. ”Eh Viera..ngapain disini Vie.?” dia tersenyum heran pada ku. ”Oh, aku menemani teman ku registrasi, itu orangnya” kata ku sambil menunjuk ke arah temanku. ” Lha Kamu ngapain di sini, kamu kan sekelas dengan ku, kok tidak pernah masuk kelas beberapa minggu ini.? Kamu masih lanjut kan Dit.?” aku mengintrogasinya. ”Aku Post Phone dulu Vie, mau KKN, takut nanti tidak bisa bagi waktu” Jawabnya mengagetkan ku. Oh God...Aku sama sekali tidak bisa terima dengan jawabannya. Sungguh aku sangat kecewa. But i can’t do anything, aku berusaha memasang senyum manis, walau berat “ Oh gitu…” seolah tidak begitu peduli.
“Oiya Vie, urusan ku dah selesai, aku cabut dulu yah…senang bisa mengenal mu” kata Aditya. Kali ini aku tidak mampu mengalihkan tatapanku dari matanya.
Setelah diam sesaat, Aditya mengulurkan tangan kanannya yang tidak terbabat. Aku menatap tangan yang terjulur itu, aku kembali menatap mata Aditya. Dengan agak gemetar aku menyambut uluran tangannya.
Kehangatan genggaman tangan Aditya mengalir ke tubuh ku, mengisi hati dan jiwa ku, juga membuat hati ku di remas-remas. Apakah ini terakhir kalinya aku bisa merasakan Aditya menggenggam tangan ku?.
Lalu tiba-tiba Aditya menarik tangan ku dengan pelan namun yakin, menarik ku mendekatinya, menarikku ke dalam pelukannya.
Aku terpana, tercengang, tapi sama sekali tidak menghindar atau menolak. Aku membiarkan Aditya melingkarkan sebelah tangannya di sekeliling tubuh ku. Aku membiarkannya memelukku erat. Aku membiarkan diriku tenggelam dalam kehangatan Aditya. Saat itu aku berharap waktu bisa berhenti. Oh God, ada apa dengannya? Mengapa dia memelukku? Apa ia menyimpan perasaan yang sama dengan ku?.
”Aku tidak pernah menyesal mengenal mu Dit”. Gumam ku. Ku lihat Aditya menelan ludah dan air matanya nyaris jatuh. ”Yah, aku pun juga”, katanya. Ia mengucapkan setiap kata dengan pelan, jelas dan tegas.”Terima kasih”.
Dia melepaskan pelukannya dan menjauh menuju pintu keluar, aku tercengang dengan tatapan yang tidak bisa lepas dari nya. Saat di pintu keluar, dia sempat menoleh ke belakang menatap kearah ku, dan tatapan kami pun bertemu. Kami saling melontar senyum, dia pun berlalu.
Sumpah aku belum siap, Aditya jangan pergi pinta ku dalam hati. Jangan pergi.......
Kaki ku mendadak lemas, aku memutar tubuh dan harus bersandar di tembok supaya tidak jatuh. Aku merasa pusing, seakan seluruh darah di tubuh ku terserap keluar. Tangan ku dingin dan setelah itu aku tidak bisa merasakan apa pun, bahuku tegang. Dada ku berat sekali. Paru-paru ku tidak mau berfungsi. Aku tidak bisa bernafas. Kepala ku serasa berkabur, tidak bisa memikirkan apa pun. Pandangan ku buram tidak bisa melihat apa pun. Telingaku berdenging tidak bisa mendengar apapun. Aku menarik nafas panjang lalu mengangkat tangan kanan ku dan di tempelkan di dada. Sakit...
Ntah kapan bisa berjumpa dengannya lagi. Besok.? Lusa.? Atau takkan pernah sama sekali.
Malam harinya, Aku tidak bisa tidur. Aku hanya duduk diam di pinggir jendela kost ku sambil memandangi pohon-pohon. Jam sudah menunjukkan pukul 02.24 dini hari dan aku tidak mengantuk sedikitpun. Demi tuhan aku bingung ada apa dengan diri ku.
Ketika malam itu harus berakhir, aku merasa tidak rela. Perlahan-lahan kenyataan mulai menghampiri dan aku belum siap menerimanya.
Aku bertanya-tanya dalam hati, ”Tuhan mengapa singkat sekali, bolehkah aku hidup dalam mimpi?. Apa yang akan terjadi kalau aku tidak mau menerima kenyataan? Apa yang akan terjadi?”.
Aku terjatuh duduk di lantai, kedua tangan ku menutupi wajah, bahuku berguncang keras dan tubuh ku masih gemetar, kemudian aku membisikan pengakuan ku ”Tuhan ....Aku mencintainya”
Oh panah cupid sedang tidak mengarah pada ku. Aku harus mengakhiri rasa ini, Aku tak berani bermimpi lagi untuk berharap, karena berharap ia kembali sama artinya berharap salju turun di Jogja, imposible bukan.?
Yah lupakan...walau berat dan butuh waktu untuk itu. Aku janji Aku akan baik-baik saja.
Satu hal yang sangat ku sesalkan, aku belum sempat mengutarakan perasaan ku padanya, sehingga dia tidak akan pernah tahu bahwa cinta ku pernah ada untuknya.
Baiklah Aditya aku harus berterima kasih pada mu atas perasaan ini. Walaupun tidak berakhir indah tapi ini mengajarkan ku pada satu hal bahwa cinta itu tidak dapat dipaksakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar