Kamis, 30 Mei 2013

Akibat Pengiritan

Pukul 06.00 WIB di bandara International Minangkabau, gue sama temen Gue Mbak Eva Oktaviani  menunggu keberangkatan ke Jakarta, setelah selesai mengikuti diklat selama dua Hari di Lubung Alung Sumatera Barat. Bukan diklat sih sebenarnya melainkan Outbound, tapi masuk kedalam salah satu kegiatan wajib yang harus kami ikuti. Selesai acara itu kulit kami udah sama kayak Zebra, hitam-putih kolang-kaling. Mati gaya banget lah pokoknya. Untungnya gue pake hijab, jadi nggak ketahuan belangnya, yang terlihat hanya hitam terbakarnya kayak arang, but kalau lagi nggak pake hijab, wajah gue udah kayak pake topeng dan gue seperti pengidap penyait Panu akut. Bukan masalah belangnya yang mau gue certain, tapi perjalanan absurd yang kami alami sepanjang perjalanan pulang ke Bandar Lampung.

Pukul 07.30 WIB kami udah tiba di Soeta, masih ada setengah perjalanan lagi yang harus dilewati, Jakarta-Bandar Lampung. Gue udah niat, bakal naik Bus ajah, berhubung harga tiket Jakarta-Bandar Lampung Nauzubillah mahalnya melebihi tiket Padang-Jakarta dengan maskapai yang lebih bagus. So I think, better naik bus dari pada pesawat, secara sisa jatah tiketnya bisa gue pake poyah-poyah, seperti kata pepatah, berakit-rakit ke hulu berenang renang ketepian.
Ini hitung-hitungannya:

Naik Pesawat 45 menit sampai kostan: Tiket 700.000 + Boarding Pass 40.000 + Taxi 100.000 = Total 840.000
Kalau naik Bus 8 Jam sampai kostan: Damri Bandara 20.000 + Damri Bandar Lampung 150.000 = Total 170.000
Selisih 670.000 kan lumayan buat bantuin ngurangin barang dagangan Cina butik hahaha…. Saling membantu kan sebagian dari iman juga kan?

But gue masih tengsin sama temen gue kalau naik bus dengan alasan pengiritan, jadi gue bilang aja kalau tiket ke Lampungnya soldout karena gue kelupaan booking dari hari kemarin. Untungnya temen gue mau ke Pandeglang dulu kerumah orangtuanya, minta cuti 1 hari baru dia balik Lampung.
“Gue cabut duluan ya Mbak,ngejar bus jam 10.00 WIB, takutnya nggak keburu”. Gue rapi-rapiin  wajah gue yang berantakan di depan kaca toilet, but teman gue yang lagi sibuk nelfon nyokapnya mencegah gue sambil mengacungkan lima jarinya persis depan muka gue “Bentar-bentar”. Sepertinya terjadi percakapan yang sengit antara dia dan nyokapnya. “Jadi gimana nih bu? aku pulang nggak? aku takut kalau sendirian ke Pandeglang nanti di culik firaun, tapi kalau aku harus langsung kelampung aku kangen pengen ketemu ibu, kan udah 10 tahun ini kita nggak ketemu”. Gue dengar percakapannya di telefon. Gue duduk nungguin ampe ketiduran dan ngigau-ngigau manggil-manggil tukang ice cream. Setelah siuman teman gue bilang “Des, gimana kalau loe ngikut gue ke Pandeglang, besok kita balik naik pesawat pagi, kan bisa keburu tuh masuk kantor”. Dubrak, naik pesawat? Justru itu yang gue hindarin. Hadehhh apa ya alasan biar gue nggak jadi ikut dia?. “Ayolah Des, loe belom pernah kan ke Pandeglang? Nah sama gue kesana biar loe bisa cerita ke kampong loe Pandeglang tuh kayak apa kotanya”. Huhh tawaran yang nggak menggiurkan banget. Harusnya dia bilang gini “Des loe ikut gue ke Pandeglang yok, nanti sampenya di rumah gue, loe gue service abiss deh, gue bawain tukang pijit, nanti loe di lulurin, di Spa, gue kasih loe makanan yang enak-enak, pulangnya tiket pesawat loe gue yang bayarin”. Gitu kan nggak mungkin gue nolak tawarannya. “Aduh maaf deh Mbak, mendingan balik hari ini ajah, naik bus nggak apa-apa, asal malamnya bisa istirahat dan besok kerjanya bugar he….”. gue nyengir kuda. “Aduh, gue takut nih pulang sendirian ke Pandeglang, apa gue nggak usah kesana ajah ya? Gue balik ajalah ke Lampung bareng loe”. Lha…dia berubah fikiran, awas ajah dia ngajak naik pesawat, gue mau Irit Eui….. “Tapi gue naik Bus Mbak”. Kilah gue. “Nggak apa-apa deh gue ngikut loe ajah”. Yesss…. Untungnya dia nggak bawel, gue seneng sih dia mau ngikut gue, secara gue ada temannya nggak sendirian kayak anak ayam lepas. So, dari Bandara kami terburu-buru menuju ke Gambir naik Damri bandara (Jatah taksi gue pake buat naik Bus, teteup ajah ngirit).

Memang harus seperti ini lah resiko ngirit, jatah naik pesawat tapi dinaikin Bus. Yah, secara gue anak kost-kostan walaupun udah kerja tapi tetep aja anak kostan, loh kok nyalahin anak kostan? otak anak kost nggak jauh-jauh dari pengiritan, betul kan? Ayo yang anak kost ngacungin jari (tengah). Walaupun tujuan pengiritan dulu dan sekarang beda, dulu waktu masih jadi Mahasiswi gue ngirit buat bisa makan enak, sekarang udah kerja gue tetep irit buat shopping-shopping. Hahahaha…

Back to the story, perjalanan Jakarta – Bandar lampung 07 Oktober 2012 pukul 10.00 WIB dengan bus Damri, gue masih inget dengan jelas kejadian yang amat sangat menyiksa paru-paru gue dan gue sempet dokumentasiin kejadiaanny dengan kamera HP Gue.

Gue lupa kalau hari itu adalah hari Senin, dan gue lupa kalau ini bukan Lampung atau Baturaja (Kampung gue) ini Ibu Kota Non, yang kejamnya sama dengan ibu tiri, kagak ada sikomo tapi malah macet, kendaraan jalannya lebih lambat dari suster ngesot. Gue pesimis bisa ngejer bus pukul 10.00 WIB. “Mbak, kita bisa ngejar Damri jam 10.00 ini nggak ya? Kalau nggak gimana?”. Tanya gue khawatir dengan keadaan, gue takut teman gue malah bakal ngajak balik ke Soeta, bisa gagal planning shopping-shopping gue. “Ya terpaksa kita…….”. Deng beneran nih sia mau ngajak balik Soeta, gue harus siapin elakan yang masuk akal nih. “Kita….. tunggu bus malam, sambil nunggu, kita jalan-jalan dulu kek kemanaaaa….”. Yes!!!! Tebakan gue meleset “Okeee….” Gue senyum sumringah “Gimana sembari nunggu kita ke mangga dua?”. Ajak gue, dan temen gue pun ngangguk setuju. Yess…. Bisa tuh sisa uang SPPD gue habiskan beli dua mangga.

Namun tuhan berkehendak lain, bus Damri jam 10.00 masih belum berangkat dan masih ada bangku kusong. Bangku yang kosong itu deretan belakang tapi, 5 bangku bow yang kosong, dan 5 deret kursi belakang itu Kami yang menguasai. “Aseeekkk bisa selonjoran nih kita”, celetuk temen gue. Sempat sebelum bus berangkat kami beli nasi padang, makannya di dalam bus, sambil menyilangkan kaki kayak di warteg, Ajiibbb… walaupun rencana shopping mangga dua gagal tapi  sisa uang masih di tangan, and shopping kan bisa dimana ajah…..

Selesai makan kami tertidur pulas, saking pulasnya udah nggak berasa kalau sedang tidur di dalam bus, udah nyaman banget serasa tidur di jamban. Namun tiba-tiba…. ada seekor lalat terbang “Drrrrrrrr….Brrrrrr…….Nguiiiinngggg…..” mengelilingi wajah gue, lalu lalat itu hinggap “Hap” di depan hidung mancung gue. Nyebelin banget tuh lalat ganggu tidur gue aja, tanpa membuka mata gue kibas hidung gue dengan tangan, dan lalat itupun berlalu. Gue lelap lagi, dan selang beberapa lama lalat sialan itu datang lagi dengan bunyi yang semakin nyaring yang membuat kepala gue pening, tidur gue nggak asik lagi, mimpinya belum happy ending udah langsung terjaga aja. selain suara lalat yang berisiiiikkk banget itu, bau menyengat menyerang pernafasan gue, menusuk hidung gue dan menghujam paru-paru gue. Ah sudahlah mimpi ini tidak bisa dilanjutkan lagi, gue membuka mata dan Masyaallah ada seonggok makhluk asing berwujud aneh, here the pic:



“Ou ou…. Siapa dia?”….. makhluk hitam berkepala pelontos sedang menutup mata duduk persis ditengah wanita beauty ini. Kenapa tiba-tiba dia bisa ada disebelah kami. Padahal tadi pas bus berangkat makhluk ini nggak duduk disini. Ternyata selidik punya selidik, jin iprit ini awalnya duduk di depan bersama istrinya, berhubung istrinya gendut, pindahlah dia duduk bersama para wanita langsing ini agar duduknya lega.  Anehnya lagi apa maksud dan tujuannya mengangkat tinggi tangannya, mau pamer bulu ketek apa yak?. Dan Astaghfirullah bau yang dikeluarkan dari lubang lengan bajunya sangat menyiksa paru-paru gue. Sumpah gue ketakutan penyakit yang gue idap saat kecil dulu kambuh lagi (paru-paru kotor). Gue galau Sumpah. Gue yakin bau itu akan menyerang paru-paru terus ke pembuluh otak gue. Gimana jadinya kalau tiba-tiba gue pingsan dan langsung sakaratul maut gara-gara bau ketiak bangkai. Yang gue fikirin bagaimana perasaan keluarga gue denger berita naas ini? mereka bakalan shock berat menahan malu atas pemberitaan yang belum pernah terjadi di Indonesia bahkan Dunia juga Akhirat. Kalaupun gue nggak ada, siapa yang bakalan memajukan perusahaan tempat gue bekerja, bakal banyak uang yang mereka keluarkan untuk merekrut pegawai absurd yahuud kayak gue. Kan kasihan…

“Parfum mana parfum, minyak kayu putih mana minyak kayu putih”. Teriak gue dalam hati, hanya dua benda itu yang bisa menyelamatkan nyawa gue yang sedang terancam ini. gue ngubek-ngubek tas sambil nakan nafas lebih dari 10 menit. Dan benda itupun tidak gue temukan. Masyaallah, gue harus gimana, sampai kapan gue harus nahan nafas gini. Sesekali gue maling-maling udara dengan tangan menutupi hidung, tapi bau yang lebih busuk dari bangkai itu mengikuti arah udara yang masuk ke hidung gue, ngebuat semua isi dompet gue keluar, eh isi perut maksudnya. Bulu hidung gue udah nggak sanggup menyaring udara yang masuk, gue takutnya mereka pada rontok, gak kebayang kan gue jadi cacat, cewek cantik tapi nggak ada bulu hidungnya, hilang satu organ di tubuh gue. Lalu cara lain gue coba, Gue tutup hidung dengan bantuan jilbab yang gue pakai, namun lama-kelamaan tangan gue pegel rasanya mau patah . “Allah tolong hambamu yang manis ini plisss…. Perasaan gue nggak pernah melakukan dosa besar, tapi kenapa hukuman yang diberikan kepada gue sangat kejam seperti ini?. Berikan keajaiban ya Allah”. Ini doa terkhusyuk gue.

Tiba-tiba keajaiban datang, bukan parfum ataupun minyak kayu putih yang gue ketemukan, tapi slayer merah yang biasa ague pake menutup wajah kalau sedang naik motor. “Alhamdulillah”, gue rasa slayer ini bisa sedikit membantu walaupun gue terlihat seperti maling ayam yang habis dikejar polisi. Here the pic:



Betapa leganya gue bisa melanjutkan menghirup udara yang disaring dari slayer merah ini. sungguh suatu keajaiban yang tak terduga. Namun gue takutnya tuh makhluk bangun dan sadar kenapa gue terlihat absurd gini, lalu dia tersinggung dan menempelkan coletan keringat dari ketiak najisnya. Tapi mau kayak gimana lagi, whatever, kalupun dia marah, gue bakalan bilang jujur kenapa gue bisa se absurd ini.
Namun tuh babon papua nggak bangun juga, tetap PW dengan posisi tidur gitu. “Astaga, mbak Eva, apa kabar dia, masih hidup nggak”. Tersentak ingatan gue tertuju pada teman gue.

Coba amati gambar yang diujung yang tertangkap di sebelah makhluk tersangka ini.




Yap, itu foto temen gue sedang meregang nyawa. Mulutnya terengap-engap kehabisan nafas. Sungguh malang nasibnya. Gara-gara mengikuti jejak gue naik bus, nyawa jadi taruhannya.

Tiba di Merak, semua penumpang harus keluar dari bus dan naik dari atas Deck kapal. Itulah perasaan yang sangat melegakan dalam hidup gue, oksigen aku butuh oksigen bebas dan bersih. Temen gue nggak berhenti-hentinya menggerutu “Dek, nanti kalau udah disuruh masuk kedalam bus, kita harus cepat-cepat masuk, kita langsung selonjorin kaki sampe nggak ada lagi bangku kosong tersisa, biar tuh gorila afrika nggak bisa duduk di tempat kita, terus kita pura-pura tidur aja”. Gue nurut-nurut aja apa yang disarankan oleh teman gue, secara gue merasa bersalah ngajakin dia naik bus, daripada dia mati konyol, lebih baik gue manut.

Tibanya masuk kedalam bus, gue dan teman gue udah siap melaksanakan action yang udah kami rencanakan. Selonjorin kaki, dan pura-pura tidur. Namun, nggak seberapa lama, makhluk aneh itu datang lagi. “ Mbak, MBak, MBAk, MBAK, MBAAAAKKKK……”. makin kencang memanggil kami, namun kami tetap pura-pura pulas. Nggak putus asa dia toel lengan teman gue beberapa kali hingga akhirnya teman gue terbangun, Gosh, apa yang mau dia lakukan? Gue shock takut nih makhluk buas ngamuk. “Ini kursi dibeli semua ya? Sampe semua kursi di pake!!!!”. Dia ngomong sambil melotot kayak maskoki. Secara kami wanita keraton yang nggak terbiasa menghadapi beruang ganas diem aja dan mengalah, dari pada merepotkan pengawas kebun binatang, lebih baik kami mengalah, menyeret perlahan-lahan kaki kami memberikan space untuk dia. “Anjriiitttt..”. gumam gue dalam hati, gue dan temen gue saling memberikan kode kekecewaan atas kegagalan rencana kami. Mulailah jin Iprit itu duduk kembali di sebelah kami dengan posisi tidur yang sama seperti tadi, namun ini lebih parah, tangannya diangkat lebih lebar dari sebelumnya. Gue yakin dalam hati dia bilang gini “RASAIN KALIAN, BAUIN TUH AROMA SARIPATI TERBAIK DARI KETEK GUE, MATI MATI DEH LOE…. HAAHAHAHAHAAA…..”. Dari wajahnya tertangkap raut kepuasan, dan kamipun harus tersiksa menahan aroma neraka selama lebih dari 6 jam. Merak – RRI Lampung, Allahuakbar…… bolong bolong deh nih paru-paru…… mungkin ini bayaran atas keiritan gue. Nggak lagi deh, Kapoooookkkkk………………..

Pesan Moral:
Ada harga ada rupa, makin mahal transportasi makin baik kenyamanan yang ditawarkan, makin murah makin kurang kenyamanan yang ditawarkan. Jadi  prinsip ekonomi tidak berlaku disini. Seperti yang gue alami saat ini, gue hanya berani bayar murah, jadi gue nggak berani untuk protes atas ketidaknyamanan yang gue rasakan. Nikmati saja….




Rabu, 29 Mei 2013

Tragedi Waroeng Mbah Moel

Lagi-lagi kejadian yang memalukan satu leluhur gue terjadi di tempat makan fav gue dan cees2 gue Nurina dan  Anisatul “Waroeng Penyet Mbah Moel”. Kami bertiga sering banget makan di tempat ini, ya salah satu alasannya kenapa, karena kami doyan banget PEDES. Dan menu makanan di tempat ini sangat cucok dengan lidah dan selera kami. Tempatnya di pinggir jalan raya, hanya warung tenda biasa, tapi ramenya luar biasa, sayangnya NGGAK ADA TOILET.

Eits, bukan tempat makannya yang mau gue bahas, tapi… kejadian yang berulang-ulang yang selalu buat gue gelisah. Gue sering banget kebelet boker di saat sedang enak-enaknya menikmati pedesnya makanan.
Seperti kejadian yang gue alamin malam…. Entah beberapa malam yang lalu (lupa), saat gue lagi sedang asik-asiknya ngunyah lele duper pedes kesukaan gue, ada dorongan maha dahsyat yang nyundul-nyundul di pantat gue. Dan itu bikin gue galau banget men….. lebih galau dari pacaran LDR  (Curhat neh)… nafsu makan gue tiba-tiba menghilang. Lele yang sedang gue gigit seolah-olah melototin gue minta di kembaliin ke habitatnya. Horor banget kan? Saking horornya, buat bulu-bulu gue merinding ampe ke ubun-ubun.  Gue panic, dan jalan keluar satu-satunya gue harus mengeluarkan gas penyebab tekanan maha dahsyat itu. Akhirnya pesssssssss…………dengan diam-diam tanpa sepengetahuan temen2 gue, gas itu keluar…. Dan berharap temen-temen gue nggak tewas mimisan.

Sedikit agak lega, gue lanjutkan memuntilasi si lele yang tadi ngelototin gue.  Setelah dua, tiga kali gigit, pantat gue teriak lagi… Damn!!! Its so kampret you know!! I cant stand, dan I cant pretend with my friend, gue harus bilang jujur ke mereka kalau gue kebelet dan harus secepetnya pulang meninggalkan tempat angker yang nggak ada toiletnya ini. Udah mau bukaan 10, namun masih bisa di tahan,  tapi makin gue tahan, makin kenceng teriakan dari pantat gue, sehingga terjadi perbincangan seperti ini:

Gue                       : “Woui bentar lagi napa, betah-betah aja dulu lu di dalem”!!!!
Mr. Pups              : Gue udah kagak betah di dalem, gue udah mau lahir melihat indahnya jamban.

Akhirnya pertarungan antara pantat dan pups gue terjadi, dan si fu*kin puppy pun harus segera lahir ke dunia, gue udah kagak bisa nahannya lagi.

Gue masih berprikemanusiaan ‘kagak melahirkan di TKP’, kebayang jika itu terjadi, bisa-bisa semua orang yang ada di warung itu jadi meninggal gara-gara pendarahan dari hidung.

Finally gue ngacir balik ke kostan. Do you know? Jarak tuh warung dengan kostan gue yang tadinya gue tempuh dalam 15 menit, bisa gue tempuh dalam waktu 3 menit only. Untung aja gak ada valentino rosy, kebayang kalau dia balapan ma gue, bisa kalah dan rusak reputasinya sebagai pembalap dunia. Kasian kan??



Setlah hasrat itu tertuntaskan, sumpah leganya luar biasa, seolah dunia ini tersenyum dan bilang “Kamu berhasil… besok makan di penyet bu gendut lagi ya…..” hahahahaha…

Deodorant oh Deodorant

Kebodohan kecil yang bisa merusak mood sepanjang hari itu adalah lupa pake Deodorant. Ups, kebiasaan ini sering terjadi pada diri gue yang imut ini. Sebenarnya gue nggak begitu bermasalah dengan bau badan apalagi dengan bau ketek, hanya Hidung gue aja yang terlalu peka dan nggak tahanan dengan aroma asing.

Seperti hari ini untuk kesekian kalinya gue lupa pake deodorant, dan itu baru ketahuan sekitar pukul 11 siang. Di saat hari makin panas, aktivitas gue numpuk, keringat membanjiri, dan aroma sedap itu tertangkap oleh sensor hidung gue yang teramat sensitive. Akibatnya mood gue sepanjang hari akan rusak. Gimana nggak rusak, gue menahan semua gerakan yang akan gue lakukan (gerakan angkat tangan). Kalau aja ada perampok nodong gue, maksa gue menyerah sambil angkat tangan, gue jamin bakalan gagal tuh aksinya. Tuh perampok pasti meninggal kena sakit paru-paru akut akibat aroma sari ketek gue yang membahana. Sayangnya hari ini nggak ada perampok yang datang (nantangin). Yang ada teman-teman gue nggak ada yang mau deket-deket gue, apalagi gebetan.



Satu-satuya cara agar aroma ini tidak terlalu pekat dan mengganggu, gue harus menggerakkan pergelangan tangan sampai ke siku. Sedang siku keatas harus tetap dirapatkan. Lumayan membantu, namun lumayan menyiksa. Gue nampak seperti robot yang habis batre.   


Seharian gue bakalan bete. Rasanya pengen lari ke warung beli deodorant tapi nggak ada warung dekat kantor gue. Mau pulang lagi tapi jarak tempuh rumah dan kantor juauuuhhh buangggeeettt. Bisa pergi putih balik jadi ireng gosong kena matahari karena naik motor. Kalaupun naik mobil bisa kebeli 50 diodorant karena bensinnya habis.

Second way, tetap ada di ruang ber ac. Nggak boleh kepanasan, karena panas bisa menyebabkan banjir pada ketiak gue. Dan banjir itu akan mengundang laler berlomba-lomba hinggap.

The best way ya.. nikmati aja, walupun udah nggak kehitung udah berapa lembar bulu hidung gue rontok. Keseringan lupa, mayan tuh bisa buat kemoceng dari bulu hidung (hmm bisa dibisnisin juga tuh). Good idea…. Ill try it later.